free counters

Kamis, 20 Januari 2011

The Little Red Riding Hood

Once upon a time there lived a little girl .Everybody called her Little Red Riding Hood . One day her mother, having made some cakes.
“Go and see how your grandmother is doing ,I hear she has been ill. Take her this cake.”

Little Red Riding Hood go to her grandmother .She was going through the wood and meet a wolf who had mind to eat her but he dared not because of some woodcutters working in the forest. He asked her where she was going.
“I am going to my grandmother and carry her this cake .”
“Does she live far off?”
“It is beyond that mill there, the first house in the village.”
“I’ll see her too. I’ll go this way and you that way, and we shall see who will be there first.”

The wolf ran , taking the shortest path, and the little girl took a roundabout way, entertaining herself by gathering nuts, running after butterflies, and gathering bouquets of little flowers. It was not long before the wolf arrived . He knocked at the door.
“Who’s there?”
“Your grandchild, Little Red Riding Hood , who has brought you a cake from mother.”
           
The good grandmother, who was in bed, because she was ill, cried out,
“Pull the string, and the latch will go up.”

The wolf pulled the string , and the door opened, and then he immediately fell upon to her and ate her up in a moment .Then ,he shut the door and go into the grandmother’s bed . After that, Little Red Riding Hood, came and knocked at the door.
“Who’s there?”

Little Red Riding Hood, hearing the big voice of the wolf, was at first afraid; but she believing her grandmother was hoarse
“It is your grandchild Little Red Riding Hood, who has brought you a cake from mother.”

The wolf softening his voice ,
“Pull the string, and the latch will go up.”

Little Red Riding Hood pulled the string, and the door opened .The wolf seeing her come in and hiding himself under the bedclothes.
“Put the cake on the stool, and come sit on the bed with me.”

Little Red Riding Hood sit on the bed. She was amazed see how her grandmother looked in her nightclothes
“Grandmother, what big legs you have!”
“All the better to run , my child.”
“Grandmother, what big ears you have!”
“All the better to hear , my child.”
“Grandmother, what big eyes you have!”
“All the better to see , my child.”
“Grandmother, what big teeth you have got!”
“All the better to eat you up .”

And, saying these words, this wolf ate her all up.

Rabu, 19 Januari 2011

Pidatoku

Selamat pagi,
Yth. Bapak/Ibu guru, serta teman-teman yang terkasih


            Marilah kita memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME karena anugrah-Nya sehingga kita semua dapat berkumpul di sini. Terima kasih kepada para hadirin atas kesempatan yang telah diberikan pada saya untuk memberikan sepatah dua patah kata mengenai “Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Bangsa”. Batasan masalah yang akan saya perbincangkan adalah mengenai sikap/perilaku kita dalam menghadapi globalisasi, terutama di bidang budaya.

            Globalisasi adalah eranya teknologi mampu berkembang pesat yang dapat digunakan untuk menolong manusia dalam setiap aspek kehidupannya. Globalisasi identik dengan budaya barat. Negara-negara barat merupakan titik awal perjalanan era globalisasi. Mengapa bisa demikian? Sebab negeri-negeri barat adalah pelopor/perintis kemajuan teknologi. Dari teknologi, budaya barat dapat merebak hingga mancanegara dengan mudahnya, tak terkecuali negara kita, Indonesia.

            Gaya hidup negeri barat bersifat fleksibel dan mudah berubah-ubah. Contohnya saja Amerika. Globalisasi diawali dari merebaknya gaya hidup Amerika seperti industri musik, olahraga, fast food, mode pakaian hingga film-film box moviesnya yang mendunia. Karena sifatnya tadi, budaya barat menjadi sangat terbuka untuk mengisi/diisi oleh budaya manapun. Salah satu penyebar globalisasi yang paling garang adalah media massa. Media massa bersifat internasional, berarti media massa dapat mempengaruhi satu negara dengan negara lain tanpa masalah, sehingga menjadikan proses penybaran globalisasi semakin cepat saja.

            Kita harus siap menghadapi pengaruh-pengaruh globalisasi. Tapi bagaimana? Yang pertama, adanya kemauan dari dalam diri sendiri. Tanpa kemauan, tak akan ada tujuan. Cobalah pikir dan renungkan : Haruskan kita melastarikan budaya kita?  Tentu saja jawaban yang tepat adalah YA. Itu sudah merupakan kemauan dari dalam diri kita masing-masing.

            Yang kedua, kita harus tahu dulu apa yang akan kita kerjakan. Kita harus mendefinisikan dulu budaya kita sendiri. Apa saja budaya Indonesia? Tentu saja banyak dan beragam. Mulai dari lagu daerah, tarian dan drama, kumpulan alat musik beserta pemainnya, senjata dan lainnya. Artikanlah itu 1 per 1, baik tradisi maupun kontemporer, baik kongkrit atau abstrak. Jadi, sebelum kita melestarikan, kenali dahulu budaya itu

            Seorang budayawan Jepang Yamada Shoji mengatakan bahwa ada 2 hal yang bertentangan dalam melestarikan budaya, yaitu menjaganya dengan menyebarkanya. Ini adalah perilaku ketiga yang cukup sulit, sebab di satu sisi kita semestinya bangga terhadap luasnya penyebaran budaya milik kita, namun di satu sisi ada perasaan/perilaku seperti hak milik kita terampas oleh negara lain. Contohlah saja kita dengan Malaysia. Kita pasti tahu seperti apa ceritanya. Namun, kita juga merasa berrsalah pada India&Cina. Ramayana & Barongsai kepunyaan mereka terlihat seperti ‘itu milik Indonesia’ . jadi, mengiventarisasikan aset-aset budaya kita penting untuk dilakukan. Jangan hanya memilah budaya asing, namun kita juga harus mampu mengasimilasikan/mengakulturasikannya pula

            Pada akhirnya, era globalisasi dapat disimpulkan identik dengan budaya barat yang canggih. Karena sifatnya yang fleksibel dan mudah berubah-ubah itulah, globalisasi menjadi mudah dikenali setiap bangsa. Namun, kita harus membentengi diri kita agar jangan terjerumus dalam kenegatifan globalisasi dengan adanya kemauan dari dalam diri kita sendiri, kenali dahulu budaya sendiri, serta mampu menjaga & melestarikannya.

            Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai “Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Bangsa”. Semoga saja dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih atas perhatian para hadirin semua. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam pidato ini.


                                                            Atas perhatiannya, saya ucapkan terimakasih

Sabtu, 15 Januari 2011

Membaca Nyaring Teks Pidato dengan Intonasi yang Tepat

Sangat besar kemungkinannya dalam suatu kesempatan nanti kamu akan diminta untuk menyampaikan suatu pidato, entah karena jabatan yang diduduki atau karena prestasi yang diraih. Namun, sering seseorang gundah dan berkelit ketika diminta memberikan pidato dalam suatu acara. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari kurang PD (percaya diri), demam panggung, belum berpengalaman, sampai tidak tahu apa yang harus dikatakan. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi karena ada bermacam-macam cara berpidato yang dapat dipilih sesuai kemampuan.

Ada 4 metode yang lazim dipergunakan dalam berpidato, yaitu sebagai Berikut:
1. Metode Impromtu
Pidato dilakukan secara spontan tanpa persiapan sama sekali. Hanya yang dipandang mampu, ahli, atau berpengalaman yang biasanya diminta untuk menyampaikan dengan metode ini.
2. Metode Menghafal
Pidato dilakukan dengan menghafalkan teks/naskah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kelemahan cara ini, orator harus banyak meluangkan waktu. Selain itu, orator menjadi kurang komunikatif dan tidak bisa fleksibel mengikuti perkernbangan situasi.
3. Metode Naskah
Pidato dilakukan dengan membacakan naskah yang telah dipersiapkan sebelumnva. Biasanya dipergunakan untuk pidato-pidato resmi. Keuntungan cara ini, teks bisa disusun atau dibuatkan oleh orang lain.
4. Metode Ekstemporan
Pidato dilakukan dengan membuat persiapan secara garis besar. Selanjutnya dikembangkan sendiri dengan menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi yang dihadapi

Di antara metode di atas, cara paling cocok bagi yang baru belajar atau pertama kalinya melakukan, yaitu metode naskah. Keuntungan metode ini adalah orator tidak perlu berpikir tentang materi yang akan disampaikan. Semua kata yang akan diucapkan, sudah ditulis dalam naskah dan tinggal membacakannya. Oleh karena naskah ditulis sebelum berpidato, ia dapat meminta bantuan orang lain untuk memberi masukan materi pidatonya. Bahkan, ada yang sepenuhnya dibuatkan oleh orang lain. Sementara kelemahannya, yaitu seseorang harus mengeluarkan waktu lebih banyak untuk menyusun dan membacakannya. Selain itu, karena terpaku pada teks, pidato menjadi tidak komunikatif. Tatapan mata kepada hadirin sebagai bentuk komunikasi tubuh menjadi kurang terjalin. Orator juga menjadi terlalu terikat dan kurang fleksibel beradaptasi dengan perkembangan situasi dan reaksi audiensi. Untuk mengimbangi beberapa kelemahan itu, orator harus dapat menghidupkan naskah yang dibacanya. Caranya adalah membacakan dengan ekspresif, berirama dan dengan intonasi yang tepat. Ucapan juga harus terdengar dengan jelas. Oleh karena itu, selain mempersiapkan naskah pidato, penting sekali untuk berlatih terlebih dahulu sebelum membacakan teks pidato.

Sabtu, 08 Januari 2011

Jumat, 07 Januari 2011

My Holiday

Saat liburan sekolah tanggal 17 Desember 2010 - 2 Januari 2011 kemarin, liburanku lebih semarak dengan kedatangan kedua sepupu kecilku dari Malang bersama maminya. Walaupun semarak, tapi adikku yang nakal selalu membawa mereka ke rumahku untuk mbuka-buka internet, padahal khan gwe juga maw internetan. Bosennya minta ampun!!!!! Tapi pas malem Tahun Baru, seruu banget. Bareng-bareng kita mbakar sate ama jagung.

Yaaa..... ada enaknya ada nggaknya ......